Selasa, 17 Januari 2012

Sekapur Sirih
Bunga Rampai Penghantar Kata



Salam kasih dalam Nama Tuhan Yesus Kristus,

Maha besar kasih Allah Bapa Maha Kuasa yang di Surga, atas limpahan berkat dan penyertaan serta pimpinan-Nya, maka pengasuh/pengelola Buletin Lentera Kasih GKJ Kabluk dengan selamat dan penuh suka cita genap menginjak umur 1 (satu) tahun dalam perjalanan pelayannya, kini dimampukan dapat menerbitkan edisi yang ke IV. Untuk itu kami mengajak seluruh warga GKJ Kabluk bersama-sama bersembah sujud mengucap syukur ke hadirat-Nya.
Proses penerbitan edisi ini bersamaan dengan kegiatan Bulan Keluarga, Masa Adven dan Natal 2011 serta Tahun Baru 2012 untuk itu redaksi memilih/menetapkan thema:

DAMAI DI HATI DAMAI DI BUMI

Seiring dengan thema natal 2011: “Bangsa Yang Berjalan Dalam Kegelapan Telah Melihat Terang Yang Besar”.
Maka dengan melihat dan merasakan kondisi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara kita saat ini, beberapa naskah yang disajikan mengajak pembaca untuk merenungi dan merasakan kedamaian hidup, antara lain renungan natal membawa damai, kedamaian hati, berdamai dengan Tuhan maupun dengan diri sendiri dan bagaimana penguasaan diri serta menjadi juru damai dengan sesama di masyarakat. Disamping itu disajikan juga beberapa berita kegiatan gereja maupun klasis serta informasi lainnya, puisi, humor, TTS, dll.

Redaksi mohon maaf , bahwa penerbitan edisi ke IV mundur tidak sesuai dengan jadwal waktu (awal Januari) dikarenakan redaksi berusaha meliput kegiatan akhir Desember 2011 dan awal Januari 2012, kiranya pembaca dan warga gereja dapat memaklumi dan menerima hadirnya edisi ke IV ini penuh suka cita.

Tiada lupa disampaikan terima kasih atas segala bantuan dan kepedulian serta mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangannya.
- Selamat menikmati
- Selamat Natal 2011
- Selamat Tahun Baru 2012

Tuhan memberkati



Pemimpin Redaksi

TAHUN BARU
SEBAGAI
TAHUN HARAPAN DAN PERUBAHAN
(editorial)

Tahun baru 2012 baru saja kita lewati bersama, apa yang telah kita kerjakan dan kejadian/peristiwa yang telah mewarnai kehidupan kita di tahun 2011 yang lalu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan harapan dan tantangan kita ketika memasuki tahun 2012 ini. Tahun baru lebih tepat digunakan sebagai sebuah momentum untuk melakukan evaluasi diri dan renungan pribadi yang dapat digunakan untuk membuang jauh-jauh hal-hal yang tidak baik selama kurun satu tahun sebelumnya, dan mengambil hikmah dan solusi yang dapat dijadikan penyemangat dan optimisme ke depan. Sebenarnya kita tahu bahwa tidak perlu menunggu satu tahun untuk melakukan perubahan-perubahan dalam hidup kita ini, karena setiap saat adalah perubahan. Tinggal bagaimanakah kita, mau apa tidak ?.

Membangun optimisme

Jika kita perhatikan dengan seksama selama satu tahun terakhir ini, kita bisa melihat betapa banyak problematika yang muncul di hadapan kita. Kegagalan, keberhasilan, suka duka, keceriaan maupun kesedihan selalu menghantui, namun optimisme harus tetap dibangkitkan. Kalau kita orang yang optimistis, maka kita menjalani kehidupan ini dengan segala nilai positif, kemauan, hasrat dan semangat yang tinggi ada dalam diri kita serta kemauan yang kuat untuk maju dan terus maju.
Tetapi orang yang pesimistis sangat susah melewati hidupnya karena dia harus melewati hidupnya dengan segala beban kemurungan, kesedihan dan kesusahan. Sehingga beban itu menghalangi pikirannya untuk berpikir secara jernih untuk lebih maju.

Hilangkan Sifat Manusia Yang Apatis

Tahun baru juga melahirkan masalah dan tantangan-tantangan baru yang perlu untuk ditanggapi secara tepat dan jernih. Tantangan dan masalah baru tidak bisa ditanggap dengan kerangka berpikir dan tindakan-tindakan lama.
Oleh karena itu tahun baru juga berarti keberanian untuk melihat dunia dengan cara baru, yakni cara yang mungkin sebelumnya tidak terpikirkan. Tanpa keberanian semacam itu, tahun baru hanyalah merupakan tahun lama yang berganti angka dan nama saja, namun tanpa mengubah substansi di dalamnya.
Tahun baru selalu menjanjikan harapan akan perubahan ke arah yang lebih baik. Memang mudah merencanakan atau berjanji untuk melenyapkan kebiasaan jelek di masa lalu. Dibutuhkan komitmen, semangat dan kerja keras untuk mewujudkannya. Tahun baru adalah momen untuk menyatakan dan menegaskan komitmen itu untuk perubahan ke arah yang lebih baik.

Tanpa pernyataan, ketegasan, dan tindakan konkret untuk mewujudkan harapan serta menggulirkan perubahan, perayaan tahun baru akan kehilangan maknanya, dan menjadi ritual yang miskin substansi.
Jadi, mumpung masih ada waktu mari kita luangkan waktu untuk sejenak menyepi, merenung dan membuat gambaran besar tentang kehidupan kita, visi atau impian yang kita inginkan untuk kemakmuran diri pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara di tahun mendatang.

Tahun baru adalah momen yang penting untuk melakukan introspeksi atas segala kegagalan dan kekecewaan yang pernah terjadi. Momen yang tepat untuk melakukan evaluasi sekaligus apresiasi terhadap prestasi yang telah kita capai hingga saat ini. Ada ungkapan yang mengatakan, “Barangsiapa yang hari ini lebih baik daripada hari kemarin, maka ia merupakan orang yang beruntung. Kalau sama saja, dia adalah orang yang merugi. Sedangkan kalau lebih buruk, dia adalah orang yang celaka”.
Damai di Hati Damai di Bumi

Semua manusia menginginkan/mendambakan hadirnya syaloom dari Allah. Sebenarnya kedatangan Tuhan Yesus ke dalam dunia dalam peristiwa natal ialah membawa syaloom/damai dari Allah untuk manusia. Syaloom dari Allah ini mestinya ditanggapi oleh semua manusia, akan tetapi pada kenyataannya banyak ditolak oleh manusia. Akibatnya damai di bumi masih merupakan barang yang mahal, karena manusia cenderung menolak tawaran Allah itu.
Nah bagaimanakah bagi kita orang percaya yang menerima syaloom Allah melalui diri Tuhan Yesus ? tentunya hati kita orang percaya sudah diliputi oleh syaloom/damai Allah itu sendiri, sehingga ada damai di hati kita. Damai di hati dan mengasihi itu janganlah hanya slogan saja, tetapi itu adalah sikap hidup seorang yang telah menerima Tuhan Yesus.

Salah satu sabda Yesus yang selalu tersimpan di hati kita adalah “Ya Bapa ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Lukas 23:34a). Ini adalah sebuah pesan yang universal tentang hati yang memaafkan dan mengasihi untuk menciptakan sebuah perdamaian.
Saling hujat, saling bermusuhan, saling mempertentangkan, dan saling menebar kebencian masih sering terjadi di sekitar kita tanpa dapat kita hindari. Hal ini tentunya sebuah sikap yang sungguh memalukan dari pribadi-pribadi yang mengaku sebagai umat yang beragama dan ber-Tuhan. Karena agama apapun tidak pernah mengajarkan hal demikian.
Apabila kita semua memiliki hati yang damai pastilah keadaan kita baik, baik ketika kita di masyarakat, di kantor, atau dimanapaun kita berada sehingga syaloom/damai Allah benar-benar hadir di bumi ini.
Melalui latar belakang itulah “Buletin Lentera Kasih Edisi ke-4” mengambil tema “Damai di hati, damai di bumi”. Yang mengandung maksud agar keadaan negara di mana kita berada Indonesia ini akan terwujud damai yang sejati.
Artikel yang kami sajikan pada edisi ke -4 ini kepada para pembaca ada 5 artikel pokok yaitu:
1. Damai di hati
2. Berdamai dengan Tuhan
3. Berdamai dengan sendiri sendiri
4. Berdamai dengan sesama/lingkungan
5. Penguasaan diri

Selain artikel-artikel di atas masih ada tulisan-tulisan lain yang tak kalah menariknya, yaitu gagasan dan pemikiran yang berkaitan dengan pengetahuan tentang keimanan, rubrik yang menarik, puisi, humor, dan beragam informasi kegiatan yang ada di GKJ Kabluk dan tak ketinggalan kuis silang kata.
Kami berharap, kiranya edisi kali ini lebih baik dari edisi sebelumnya dan menjadikan pembaca rindu untuk menunggu edisi selanjutnya. Selamat menikmati sajian-sajian kami, Tuhan Yesus memberkati kita.

Amien.




Redaksi






















DAMAI DI HATI
(Erwita Dinarsari Tiarso)


1. PENDAHULUAN

Kenalkah kita akan lagu yang liriknya mengatakan demikian: ....Ke gunung tinggi ku naik naik naik, mencari damai, Ke lembah curam ku turun turun turun mencari damai, Namun akhirnya damai tiada kudapati juga, kecuali hanya didalam Yesus Tuhan .....
Lagu itu sebenarnya ingin memberi pesan kepada kita bahwa di dunia ini tidak ada sumber damai. Banyak orang mengartikan sumber damai dengan salah. Dikira damai dapat diperoleh dari berbagai hal yang menyenangkan di dunia ini, seperti keka-yaan, kedudukan, kemapanan, kepandaian, ketenaran dan kecantikan atau ketam-panan. Sehingga segala upaya dilakukan untuk mencapai hal tersebut, tetapi hasil akhirnya tetap seperti lagu diatas, damai tiada kudapati juga.

Ingatkah kita akan kisah hidup Marilyn Monroe, Elvis Presley, Michael Jackson, artis terkenal dunia dari 3 generasi yang berbeda, yang sangat hebat, berbakat, kaya dan dikagumi banyak orang. Hidup mereka berakhir dengan tragis karena ketergan-tungan pada obat penenang, yang diguna-kan untuk menenangkan hatinya yang tak pernah damai. Hal tersebut cukup menjadi bukti bagi kita bahwa kekayaan, ketenaran, kehebatan tak mampu menghadirkan damai dalam hidup kita.



“Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan... Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak khawatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah” (Yeremia 17:7-8).
Dengan mengandalkan hidup kita pada Tuhan disanalah letak kekuatan kita, kesuksesan kita dan kedamaian hati kita.

5. BAGAIMANA MENGUJI ADA DAMAI DI HATI KITA.

Ada satu kunci yang sangat penting sebagai petunjuk hadirnya damai di hati kita. Kunci tersebut adalah “apakah Tuhan Yesus telah bertahta di hati kita”?
Bertahtanya Yesus di hati kita ditandai dengan adanya damai yang bisa kita nikmati setiap saat. Sesuai dengan namanya sebagai Raja damai, Dia ingin bertahta di hati kita. Ada 2 pertanyaan untuk menguji adanya damai di hati kita, yang hanya bisa dijawab oleh diri kita pribadi.

Yang pertama:
apakah kita bisa mengucap bersyukur untuk segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita? Bisakah kita bersyukur ketika usaha kita gagal, sementara teman kita berhasil? Bisakah kita bersyukur melihat anak orang lain tampak lebih pandai dari anak kita? Bisakah kita bersyukur untuk penderitaan yang kita alami sementara orang lain tampak selalu bahagia dan tidak punya masalah? Atau justru sebaliknya, hati kita selalu merasa jengkel, iri bahkan panas ketika melihat orang lain lebih berhasil dari kita.


Amerika untuk berperang. Kepemimpinan yang penuh damai itu dihargai dunia de-ngan pemberian Nobel Perdamaian baginya pada tahun 2002. Karena hatinya penuh damai maka dia mampu menghadirkan damai dimanapun dia berada.

Bagaimanakah dengan kita? Hanya diri kita pribadi yang bisa menjawabnya. Adakah damai disana? Andalkan Tuhan Yesus dalam hidup kita, persilahkan Dia bertahta di hati kita, damaiNya yang tak berkesudahan akan memenuhi hati kita dan memampukan kita menjadi orang yang bisa selalu bersyukur dan peduli kepada orang lain di sekitar kita. Biarlah orang lainpun dapat menikmati damai yang ada di dalam hati kita.

Amin. 2. APAKAH DAMAI ITU

Banyak pengertian yang ditulis tentang damai antara lain damai adalah keadaan yang bebas dari perang, bebas dari kekacauan dan kebisingan, bebas dari kecemasan atau bebas dari konflik. Tapi saya yakin bahwa sebenarnya kita semua sulit untuk mendefinisikan arti damai. Damai hanya bisa dirasakan tetapi sulit untuk diungkapkan sebelum kita mengalaminya secara pribadi.

3. DIMANAKAH SUMBER DAMAI

Mari kita membaca Yesaya 8: 23 – 9: 6,
judulnya Kelahiran Raja Damai.
Dari bacaan diatas kita bisa mengetahui bahwa didalam dunia ini tak ada sumber damai. Oleh karena itu Tuhan membe-rikan sumber damai bagi kita melalui kelahiran Yesus Kristus. “Seorang putera telah diberikan untuk kita,.... dan na-manya disebut orang..... Raja Damai. Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan....” (Yes 8: 5-6). Itulah sumber damai yang sejati yaitu Yesus Kristus.

4. BAGAIMANA MENCARI DAMAI

Tidak perlu lagi naik ke gunung atau turun ke lembah, atau bila jaman sekarang tidak perlu lari ke mall-mall atau dengan mencapai cita-cita setinggi langit, karena memang bukan disana sumber damai.





Yang kedua:
seberapa kita memiliki kepedulian terhadap orang disekitar kita. Kerelaan untuk memberi, menolong bahkan berkorban untuk orang lain. Relakah kita memberi sementara kita sendiri juga membutuhkan, bersediakah kita membantu orang tanpa
imbal balas yang sepadan, ikhlaskah kita berkorban tanpa diketahui dan dihargai orang.

Hanya orang yang hatinya dipenuhi oleh Sang Raja Damai yang mampu melakukan semua yang diatas. Oleh karena itu Yeremia 17:7 mengajak kita untuk terus menga-ndalkan hidup kita kepada Tuhan, agar Raja Damai bertahta di hati kita.
Tuhan Yesus telah memberikan contoh yang tepat akan karakter damai tersebut. Dia tidak pernah perduli apakah orang menghargai dirinya atau tidak, mengakui karyanya atau tidak, yang pasti Dia terus melakukan kebaikan dan pengorbanan bagi banyak orang. Hati yang damai mendorongNya melakukan apapun untuk orang lain tanpa pamrih dan mendatangkan damai di lingkungan Dia berada.

Jimmy Carter, Presiden Amerika Serikat ke 39, sering dicap dan diolok-olok oleh lawan politiknya sebagai Presiden Amerika yang lemah dan lebih pantas menjadi guru sekolah minggu saja daripada Presiden AS (karena memang pada masa mudanya Jimmy adalah guru sekolah minggu). Namun ditengah suasana dunia yang sulit damai, dia mampu menghadirkan damai, dia berhasil mendamaikan Mesir dan Israel yang adalah musuh bebuyutan dalam perjanjian Camp David, dia adalah Presiden AS yang tak pernah memerintahkan.


Berdamai dengan TUHAN:
inti ajaran Kristen
(Oleh: Pdt. Bowo Ariarso, S.Si)

Kristen, putri Sion, banyak menyerap tradisi Yahudi dan menerima sepenuhnya Kitab Perjanjian Lama. Pendiri Agama Kristen, Yesus Kristus, adalah seorang Yahudi dan tidak pernah mengingkari Iman dan ajaran Yahudinya, bahkan dia selalu mematuhi upacara-upacara keagamaan dan pesta -pesta Yahudi dengan tekun. Dia juga pergi ke Yerusalem untuk menghadiri. pesta-pesta besar sebagaimana yang disyaratkan seba-gai seorang Yahudi Ortodoks. Tetapi orang-orang Yahudi dan orang Kristen berbeda pendapat mengenai sifat (hakikat) Yesus;

orang-orang Yahudi yakin bahwa dia adalah seorang manusia yang baik, atau barangkali seorang nabi dengan suatu pesan dari Tuhan, tetapi tidak lebih dari itu; sebaliknya, orang Kristen menganggap bahwa Yesus adalah Kristus (orang yang diurapi), Mesias Tuhan sebagaimana dijanjikan dalam Kitab Perjanjian Lama. Bukan saja dia merupakan utusan Tuhan, tetapi dia adalah anak Tuhan, dan oleh karena itu menempati suatu hubungan yang unik dengan Tuhan. Dia mempunyai hakikat yang sama dengan Tuhan, dari sejak permulaan waktu telah ada bersama-sama dengan Tuhan, dan diutus ke bumi oleh Tuhan; lihat Injil yang ditulis oleh Yohanes dalam Yoh 1:1-2, 14:

"Pada mulanya, Firman itu (Kristus) telah ada. Firman itu bersama-sama dengan Tuhan, dan Tuhan itu sendirilah Firman itu. Maka Firman itu telah sejak semula bersama-sama dengan Tuhan ... Maka Firman itu telah menjadi daging (manusia); Dia datang untuk tinggal bersama-sama dengan kita, dan kita melihat kemuliaannya, seperti kemuliaan yang diperoleh sebagai anak tunggal bapak, penuh dengan anugerah dan kebenaran."
Dia dianggap dikandung dari seorang dara (perawan), yakni Perawan Maria, melalui kekuasaan Tuhan, dan oleh karena itu Dia sekaligus sebagai manusia dan sebagai Tuhan, suatu keberadaan yang menurut keyakinan orang Kristen tidak dapat dipahami secara logika, tetapi merupakan sesuatu yang harus diterima dengan iman dan dengan menyadari bahwa bagi Tuhan segala sesuatunya adalah mungkin, walaupun di luar jangkauan pengertian manusia.

Iman Kristen menerima bahwa melalui kematiannya di kayu salib, Yesus mati untuk semua orang, dan bahwa semua orang dapat mencapai keselamatan melalui dia, suatu doktrin yang dijelaskan untuk pertama kalinya dan selengkapnya oleh Rasul Paulus. Bagaimana ini dapat dimengerti? Pertama-tama kita harus menelusuri kembali iman Yahudi, karena tanpa memahami pemikiran orang atau bangsa Yahudi, maka argumen Kristen tidak akan dapat dimengerti. Menurut ajaran Yahudi, jalan satu-satunya untuk berdamai dengan Tuhan dan untuk mencapai keselamatan dari Tuhan adalah dengan menaati semua aturan-aturan hukum (hukum Tuhan), selain juga mematuhi tafsiran dan penjelasan dari hukum tersebut yang telah dikembangkan secara lisan selama berabad-abad. Jika seseorang tidak mematuhi semua ketentuan hukum (Taurat) tersebut, maka dia dihukum -lihat ulangan (Musa 5) 27:26- "Suatu kutukan bagi orang yang tidak memenuhi hukum dengan melakukan semua yang telah ditentukan dalam hukum itu." Tetapi Paulus menyadari bahwa hal tersebut tidaklah mungkin, karena tidaklah ada manusia yang mampu memelihara semua kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut, dan akibatnya semua orang menjadi akan dihukum. Adakah jalan keluarnya? Ya. Yesus diutus oleh Tuhan, yang suci dan tidak berdosa, merupakan satu-satunya orang yang dapat bersatu dengan Tuhan melalui kesempurnaan hidupnya. Namun, walaupun tidak ada kesalahan dalam dirinya,tetapi dia disalibkan, yang berarti bahwa dia seperti semua orang, dihukum sesuai (menurut) hukum. Hal ini dijelaskan berdasarkan Kitab Ulangan 21:22-23:

"Bila seseorang didakwa melakukan kejahatan besar dan dijatuhi hukuman mati, maka kamu harus menggantung dia pada sebuah kayu; tetapi tubuhnya jangan dibiarkan tergantung sampai bermalam; kamu harus menguburnya pada hari itu juga, karena seorang manusia yang digantung adalah terkutuk di hadapan Tuhan ..."

Namun demikian, Yesus berdamai dengan Tuhan, dia telah mematahkan rintangan hukum melalui kebangkitannya. Jadi bila seorang manusia, walaupun dikutuk berdasarkan hukum, akan dapat didamaikan dengan Tuhan, maka semua orang melalui iman dan melalui pengidentifikasian orang yang satu tersebut (Yesus) dapat didamaikan dengan Tuhan sebagaimana Yesus adanya. Oleh karena itu apa yang penting bagi keselamatan bukanlah sepenuhnya terletak pada ketaatan pada hukum secara kaku dan mutlak (walaupun Paulus menegaskan bahwa hukum atau Taurat itu baik, yang telah diturunkan oleh Tuhan, dan harus ditaati sebisa mungkin -Roma 7:12) tetapi lebih dari itu adalah iman terhadap Kristus yang menjadi intinya, karena melalui iman dalam Yesus, orang Kristen
yakin bahwa mereka akan diarahkan pada Tuhan sebagaimana Yesus Kristus itu sendiri.

Dengan demikian maka kiranya jelaslah apa yang menjadi perbedaan antara agama Yahudi dan agama Kristen. Agama Kristen, sebagaimana juga agama Yahudi, adalah merupakan suatu kepercayaan monoteis, yang menganggap bahwa Tuhan adalah Maha Pencipta dan Penopang dunia, yang memelihara, mencintai, dan melindungi umat manusia. Tetapi kepercayaan Kristen ini adalah suatu bentuk monoteisme yang berbeda: Kristen menerima suatu "Trinitas," di mana bersama Tuhan dan Yesus Kristus ada suatu pihak ketiga yang seperti Kristus yang inti (esensi)nya sama dengan Tuhan tetapi terpisah, yakni Rohul Kudus. Roh Kudus inilah yang bekerja, dan demi kebaikan manusia. Dalam kamus Kecil Oxford mengenai Gereja Kristen (ed. E.A. Livingstone) Rohul Kudus didefinisikan sebagai berikut:
"Rohul Kudus. Dalam Teologi Kristen, pribadi ketiga dalam Trinitas, berbeda dari bapak dan anak, tetapi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan mempunyai sifat yang sama dan merupakan pelengkap dari sifat keilahian."

Dengan demikian, maka Rohul Kudus itulah yang menuntun nabi-nabi, rasul, dan para penyebar ajaran Tuhan dalam melaksanakan missinya.

Orang Kristen menganggap atau menerima Perjanjian Baru sebagai sumber pengetahuan mereka mengenai kehidupan dan pengajaran Kristus. Ada empat Injil. Masing-masing dari keempat Injil ini menyoroti kehidupan Yesus dari sudut pandang yang berbeda-beda. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab kenapa sepertinya ada ketidakcocokan di antara keempat uraian Injil tersebut. Perjanjian Baru adalah merupakan bagian kedua dari Alkitab, dan bagian ini tidak diterima oleh agama Yahudi. Selain keempat Injil tersebut, Perjanjian Baru juga memuat Kitab Kisah Rasul-Rasul, Surat-surat Apostel Paulus, dll., serta diakhiri dengan wahyu, yakni suatu cerita yang bersifat visi mengenai Hari Penghakiman dan Kedatangan Kedua Kristus.

Ide kedatangan kedua (Parousia) ini sangat penting dalam Gereja yang pertama, karena jemaat (pengikut Kristus) pada saat itu menganggap bahwa Kristus akan segera kembali lagi dalam bentuk jasmaniah dan waktunya tidak akan lama, yakni
semasa pengikut-pengikut awalnya masih hidup. Ketika dia kembali lagi, pikir mereka, dia akan mengumandangkan akhir zaman dan Hari Kiamat, dimana semua akan memper-tanggung jawabkan perbuatannya masing-masing. Yang baik ke surga, yang jahat ke neraka.

Pustaka:

The History of Christian Doctrine
Sejarah Perkembangan Ajaran Trinitas L. Berkhof
Penerbit CV. Sinar Baru Cetakan pertama: 1992 Bandung


BERDAMAI DENGAN DIRI SENDIRI
(Dra. Sri Hartati, MS)


Dunia sedang dilanda dengan ketakutan dan situasi yang mencemaskan. Berita-berita yang sering kita dengar dan lihat di radio, televisi, koran, dan majalah semakin membuat kita bergidik, bimbang, was-was yang ujung-ujungnya membuat hati kita mati rasa dan semakin tidak pasti menghadapi tantang hidup yang semakin lama semakin berat. Kedamaian merupakan barang langka akhir-akhir ini … bagaimana semestinya kita berdamai dengan diri kita agar dapat membawa kedamaian bagi sekeliling kita?
Mengapa manusia sulit berdamai dengan diri, orang lain bahkan dengan Allah?

1. manusia telah kehilangan pengertian kebenaran sejati maka manusia hidup dalam kerusakan moral,
2. manusia telah kehilangan kemuliaan sehingga menjadi makhluk yang hina. Kemuliaan yang ada dalam diri manusia itu bukanlah milik manusia tetapi milik Tuhan, manusia seharusnya menjadi manusia yang agung dan suci tetapi karena telah melawan Allah yang menjadi sumber Kesucian maka akibatnya manusia kehilangan kemuliaan. Di satu sisi, manusia makhluk mulia tapi di sisi lain manusia adalah makhluk hina maka disini kita melihat ada suatu kesenjangan sehingga dengan segala upaya manusia melakukan apapun demi supaya ia dihormati namun sesungguhnya semua itu merupakan pelampiasan kebencian dirinya akan kehinaan dirinya,
3. Manusia akan binasa, padahal manusia itu hidup tetapi ia telah memutuskan diri dari Sumber Hidup sehingga manusia menjadi manusia yang binasa.

Manusia kehilangan damai sejahtera sebab sumber yang dapat memberikan damai itu telah hilang. Seharusnya manusia dapat menikmati damai yang sejati, yaitu damai sejahtera yang dari Allah tapi karena manusia lebih memilih berdamai dengan setan maka damai sejati itu hilang.

Memang benar kita adalah manusia hina penuh dengan dosa namun Allah berkenan berdamai dengan kita. Kalau Allah yang begitu agung dan suci mau berdamai dengan manusia berdosa betapa celakanya kalau kita tidak mau berdamai dengan diri sendiri. Tuhan telah memberikan teladan indah pada kita maka tidak ada alasan bagi kita untuk tidak berdamai dengan diri sendiri.

Berdamai dengan diri sendiri adalah suatu keadaan dimana kita bisa menerima kekurangan kita. Dalam diri kita sering terjadi berbagai pergolakan konflik batin, ataupun pertengkaran yang seharusnya tak perlu terjadi.

Ungkapan seperti ini mungkin pernah/sering kita ucapkan…”Mengapa saya begini?”.. “Kenapa saya kurang?”.. “Kenapa saya ditakdirkan begini?”, dll. Semua pertanyaan seperti tak bermuara kemana ujung pangkalnya. Hal itu menjadikan kita tak nyaman dengan diri kita sendiri.

Lalu apakah kita menyesalkan karunia yang dianugrahkan Tuhan Allah kepada kita. Ketika kita tidak menerima apa yang alamiah dalam keberadaan kita, kita membuat penderitaan semu di dalam kehidupan kita sendiri.
Berdamai juga mengajarkan kita bahwa tak ada yang sempurna semua mempunyai keterbatasan. Bersyukurlah atas segala sesuatu yang diberi, tanpa perlu menyesali karena sekecil apapun pemberian itu, masih bermanfaat untuk yang lain.

Adalah keseimbangan antara kita sebagai makluk dengan keterbatasan dan makluk yang bisa berubah selalu menjadi lebih baik. Antara perasaan, pikiran dan emosi. Didalam kesimbangan kita selalu berusaha untuk belajar menganalisa setiap persoalan ataupun keadaan pada tempat yang semestinya, dengan sejernih mungkin dan berusaha untuk bisa lebih memahami duduk perkara sebenarnya mulai dari sebab akibatnya.

Keseimbangan bisa terjadi bila kita mengenali tentang sebab akibat yang saling bersambungan. yang saling berkaitan satu sama lain. Dimana sebab yang satu mengakibat satu akibat yang akan menjadi sebuah sebab yang baru. Dan mengakibatkan akibat baru. Demikain berputar tanpa habisnya.

Berdamai dengan diri sendiri bagi saya pribadi adalah menyadari keadaan diri sampai di mana tanpa kepongahan dan membatasi diri dalam hal hal tertentu sesuai dengan keadaan yang kita miliki yang disertai dengan kesadaran dan keiklasan hati.
Saat kita berdamai dengan diri sendiri, kondisi-kondisi demikian akan kita rasakan:

a. Kelegaan
Ketika kita mulai melepaskan satu per satu beban masalah yang menghantui pikiran kita, saat itulah kita sedang berupaya berdamai dengan diri sendiri. Tentu tidak mudah melepaskan beban kita, sementara orang lainpun bisa melihat betapa suntuk dan kusutnya wajah kita. Dan ketika kita bisa tersenyum sesudah menarik napas panjang untuk menyingkirkan masalah kita …. saat itulah kelegaan muncul. Kelegaan adalah salah satu tanda yang bisa dilihat dengan jelas ketika kita berdamai dengan diri sendiri

b. Ketentraman
Bukan hanya kelegaan (sesaat) yang akan kita rasakan setelah kita berdamai dengan diri kita. Tapi lebih dari itu, ada ketentraman yang akan kita rasakan. Setelah melepaskan satu per satu beban kita, melepaskan apa yang tidak perlu kita simpan karena hanya akan membuat kita menjadi lemah, akibatnya kita merasa damai, merasa tentram. Ini sama dengan perasaan salah satu peserta training ketika sesi relaksasi berlangsung. Dengan kondisi peserta training yang lelah secara fisik dan mental setelah 2 hari mengikuti training, di akhir training peserta diajak melepaskan semua kepenatan, kekesalan maupun kejengkelan yang mungkin timbul sewaktu training berlangsung. Dalam posisi tidur, sambil mendengarkan alunan instrumen yang menenangkan hati, peserta diajak mengingat kejadian yang membuatnya lelah, bingung, kesal, jengkel, marah. Kali ini peserta melihat dirinya dirinya. Dan di akhir relaksasi hampir seluruh peserta merasa tentram karena mereka seolah merasa ringan kembali, sama ringannya ketika mereka memasuki ruang training pertama kali di hari pertama.

c. Keinginan untuk memaafkan orang lain
Sebagian besar yang mengalami kedamaian dalam dirinya, pasti dengan relatif mudah memiliki keinginan untuk memaafkan orang lain. Pertama kali memang keinginan atau niatan yang muncul. Meski kadang untuk peristiwa tertentu terasa berat untuk memaafkan orang lain, namun ketika hati kita lega, tentram, apalagi yang akan kita lakukan selain memberikan maaf? Tidak ada hal lain lagi yang akan menambah ketentraman kita selain pemberian maaf kepada orang yang telah kita putuskan sebagai penyebab kejengkelan kita, bukan?
d. Jiwa yang lebih besar, hati yang lebih luas
Nah, setelah merasa tentram. Coba tilik diri sendiri. Betapa luas ya hati kita sekarang? Woww!! Ternyata luas sekali! Kitapun telah memiliki jiwa yang besar. Yang berhenti meratap karena tahu ada Sang Maha Penolong yang siap sedia menopang kita, yang menyudahi keluhan karena yakin kebaikan akan datang dengan upaya dan kemauan yang besar. Benar sekali, dalam hati yang damai kita temukan ternyata jiwa kita itu lebih besar dan hati kita lebih luas dari yang kita bayangkan sebelumnya!!

e. Dekat dengan diri sendiri, dekat dengan Allah
Kepada lagi kita merasa paling dekat disaat kita telah mencapai kedamaian? Tentu kepada diri sendiri dan Allah. Tidak ada rasa syukur yang paling dalam, selain mensyukuri diri sendiri dan keberadaan kita saat ini. Dan dibalik semua itu tentu ada Allah, Sang Maha Kuasa yang memampukan kita melakukan semua ini.


MENJADI PESERTA PERTANDINGAN KEHIDUPAN
OLEH : YOHANES SUMARNO

“ karena kita mempunyai banyak saksi, ba-gaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita” ( Ibrani 12 : 1 )
Sesungguhnya kehidupan ini dapat digam-barkan seperti sebuah pertandingan oleh raga lari lintas alam. Jarak yang kita tempuh cukup jauh dengan medan yang berbeda. Adakalanya jalan menanjak dan melalui bukit bahkan harus melintasi lembah.Dalam pertandingan kehidupan ini ,Tuhan mengun- dang seluruh umat manusia untuk menjadi peserta . Sayangnya tidak semua orang menanggapi undangan itu.Bahkan sebagian orang berdalih dengan mengatakan terlalu sibuk,atau baru saja menikah, atau menye-tujui tapi menundanya. Sebab itu firman Tuhan mengatakan , “ banyak yang dipang-gil, tetapi sedikit yang dipilih “ ( Matius 22 : 14 ). Fakta menunjukna kebenaran bahwa mereka yang menjawab panggilan-Nya akan melewati banyak ujian , tantangan ,dan rintangan sebelum mereka dapat meme- Tuhan memanggil kita untuk menjadi peser-ta pertandingan iman dan kehidupan, bukan menjadi penonton. Ada perbedaan yang ha-kiki antara menjadi seorang penonton dan peserta. Pada umumnya, seorang penonton akan lebih mampu memberikan komentar dan kritik dibandingkan peserta karena ia sedang menonton bukan bertanding. Ketika pertandingan sedang berlangsung,penonton dapat memberikan komentar dan kritik. Mereka juga tampak tenang bila diban-dingkan dengan peserta . Penonton jarang mendapat cedera atau bermandikan keri-ngat dan terengah-engah kelelahan karena mereka han ya duduk. Maka wajar saja bila seorang penonton terbaik sekalipun tidak berhak atas medali apapun dalam perlom- baan tersebut. Ketika mennciptakan Adam, Allah meng-izinkan manusia pertama melewati seluruh pertandingan kehidupan. Sayangnya , Adam dan Hawa gagal melewati pencobaab yang ditawarkan oleh Iblis kepada mereka. Laksana sebuah pertandingan tinju , Adan dan Hawa kalah telak pada ronde pertama. Akibatnya sungguh fatal karena dosa dan kejahatan masuk dalam kehidupan di dunia ini. Dua ribu tahun lalu, Bapa mengutus anak-Nya , Yesus untuk bertanding dalam per-tandingan iman dan kehidupan, sekaligus melawan seluruh kekuatan kerajaan kegelapan. Alkitab menjelaskan Ia keluar sebagi pemenang dan Bapa menganugerahi mahkota tertinngi, galar Nama ditas segala nama, Raja diatas segala raja. Tuhan atas segala tuan kepada Anak-Nya dihadapan seluruh malaikat dan mahkluk ciptaan-Nya. Seluruh mahkluk surge bersukacita , semen-tara Iblis tidak da-pat protes karena Yesus menerimanya melaui sebuah pertandingan yang adil. Setelah memenangkan pertan-dingan ter-sebut, Tuhan Yesus mengajak
nangkan pertandingan itu. Terlihat dengan jelas ada sebagian peserta yang berhenti ditengah jalan, yang lain memikul beban terlalu berat sehinggatidak sanggup lagi berlari, Sedangkan peserta yang lainlagi terus berlari dan berlari hingga mencapai garis akhir dan menjadi pemenang. Pertan-dingan itu sesungguhnya unik, Selain peser-tanya dari seluruh penjuru dunia, jumlah medali yang disediakan juga sebanyak jumlah peserta , atau bahkan melebihi. Setiap peserta disediakan masing-masing tiga medali, yaitu emas, perak dan perunggu. Meskipun demikian , ternyata tidak semua peserta mendapatkannya. Hanya mereka yang mengikuti aturan pertandingan dan berhasil menyelesaikan nya yang berhak memperoleh medali . “ Seorang olah ragawanhanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabilaia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga “ ( 2 Timotius 2 : 5 ). Ini merupakan sebuah prinsip rohaniyang digunakan oleh Rasul Paulus untuk menjelaskan tentang kehidupan dan hal-hal mengenai kerajaan Allah
umat yang telah ditebus-Nya menjadi peserta pertan-dingan untuk memperoleh medali kehi-dupan. Dia sendiriyang memimpin pertan-dingan kehidupan ini dan member kekuatan kepada setiap peserta yang sudah lelah,letih, dan lemah, Dia juga yang akan menyem-buhkan peserta yang luka dan memberi kekuatan bagi peserta yang lelah . Bagaima-na dengan kita , apakah sudah menjadi pe-serta pertandingan yang baik ?
Ada enam prinsip yang harus kita pehami dengan benar supaya mampu menjadi pe-serta pertandingan kehidupan dengan baik.

1. Tanggalkan beban dan dosa karena da-pat menjadi kekuatan yang meng-hancukan mereka yang sedang ber-tanding.
2. Tetap berlari, dibutuhkan keberanian untuk melangkahdan percaya kepada-Nya
3. Menguasai diri, akan berusaha meng-hindari hal – halyang tampaknya me-nyenangkan namun dapat menghen-tikan langkah berikutnya.
4. Memiliki tujuan, hal ini akan membuat sesorang untuk tetap bertahan meng-hadapi beragam tantangan dan godaan.
5. Melatih tubuh, agar memenuhi syarat sebagi peserta pertandingan.
6. Tidak menoleh kebelakang, supaya da-pat sampai ke finis

Bila dicermati dengan saksama penentu kemenangan pertandingan kehidupan ada-lah kesiapan untuk mengikuti pertan-dingan sesuai denganaturan yang berlaku. Natal tahun 2011 perlu dimaknai sebagai cermin untuk melakukan evaluasi diri, Apakah selama ini kita sudah menjadi peserta pertandingan yang baik ? atau justru menjadi pecundang ?
Bila kita merasa mampu dan oleh karenanya tidak mem-butuhkan Tuhan pasti akan gagal, Belum terlambat untuk menyadari dan memper-baharui cara pandang, sikap dan iman dalam memahami apa yang seharusnya kita lakukan agar mampu menjadipeserta per-tandingan kehidupan yang baik dan akhirnya menjadi pemenang. Bersama Tuhan kita pasti bisa.


MEWUJUDKAN KEDAMAIAN
DENGAN PENGUASAAN DIRI
Oleh : Yohenes Sumarno


A. PENGANTAR MENUJU PEMAHAMAN

Setiap orang pasti menginginkan kedamaian dalam hidupnya , beragam cara dilakukan untukmendapatkannya. Fakta menunjukan bahwa tidak setiap orang dapat memiliki kedamaian yang di inginkan meskipun sudah melakukan beragam cara, mengapa demikian ? jawaban atas pertanyyaan itu didasarkan pada pendekatan kecerdasan emosi dan cara pandang ( paradigma ) yang positif.

B. MEMAHAMI PIKIRAN DAN DAMPAKNYA

Daniel Golleman memaparkan dengan jelas bahwa kecerdasan emosi sangat menentukan keberadaan seseorang , argumentasi yang di bangun dari pernyataan ini didasarkan pada hasil penelitiannya bahwa 85 %keberadaan sesorang ditentukan kecerdasan emosinya dan 15 % ditentukan kecerdasan intelektualnya .Karakteristik orang yang memilki kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk memahami setiap peristiwa berdasarkan sudut pandang positif sehingga dapat berproses diri menjadi lebih baik.Orang yang cerdas emosi ketika menghadapi peristiwa menggunakan pertanyaan apa maknanya bagiku, bukan mengapa terjadi padaku,Maka dampaknya mereka bisa menerima kenyataan sebagai mana adanya dan selalu mampu menguasai diri sehingga mampu berpikir dengan jernih . Plato mengungkapkan hasil refleksinya bahwa “ kemenangan pertama dan yang terbaik adalah menguasai diri sendiri, dikalahkan oleh diri sendiri adalah hal yang paling memalukan dan paling hina segaga-galanya “.Ungkapan ini tidak berlebihan karena menurut filsuf ini setiap sikap dan perilaku yang bertentangan dengan norma social dan nilai – nilai kehidupan merupakan bukti yang tak terbantahkan bahwa mereka tidak memiliki kemampuan menguasai diri. Marcus Auerelius mendukung pendapat Plato dengan menyatakan bahwa “ kehidupan seseorang adalah apa yang dihasilkan oleh pikiran – pikirannya”. Secara lugas ilmuan ini menandaskan bahwa pikiran merupakan inti kehidupan dan oleh karenanya perlu dipahami dengan tepat dalil-dalilnya. Pikiran merupakan sumber semua keberhasilan,kemakmuran, kebahagiaan dan juga sumber dari kegagalan, kemiskinan dan ketidakbahagiaan. Pikiran yang mendominasi otak menentukan watak, karier, dan segi hidup baik yang positif dan negativ. Tidak berlebihan bila penyair Inggris, John Milton,menyatakan bahwa “ pikiran itu barhak,dan dalamdirinya sendiri dapat menjadikan surga sebagai neraka,menjadikan neraka sebagai surga.Berpikir merupakan bentukkegiatan manusia paling tinggi yang dapat dilakukannya, namun sedikit sajalah orang yang sungguh-sungguh berpikir.dari pernyataan ini maka dapat disimpulkan bahwa penguasaan diri ditentukan oleh cara berpikir seseorang, Kabar baiknya bila cara berpikirnya positif dan jernih maka siapapun akan memilki penguasaan diri yang baik.

C. PENGUASAAN DIRI DALAM KISAH YUSUF

Untuk memahami penguasaan diri yang baik , figur yang bisa ditempatkan sebagai teladan adalah Yusuf, secara ringkas tokoh ini bisa dipahami mulai dari keluarganya. Yusuf adalah anak kesayangan Yakup, ayahnya. Sebagai seorang yang dilahirkan dalam keluarga yang kecukupan Yusuf dapat menikmati fasilitas yang diperlukan, namun karena rasa iri dan benci dari saudara-saudaranya maka ia di jual kepada orang mesir, statusnya sebagai budak , jelas masa depannya suram, namun apakah realitasnya demikian ?Alkitab mencatat bahwa Yusuf tetap berpikiran dan bersik positif, tidfak ada rasa dendam dan tidak juga menyalahkan keadaan , Ia memilki cara pandang yang positif dan melakukan apa yang diperintahkan tuannya secara sungguh-sungguh dan penuh rasa tanggungjawab. Potifar sangat mempercayainya, namun persoalan belum usai, justru jauh lebih rumit karena datang godaan dari isteri san g tuan, Potifar . Namun Yusuf mampu menunjukan kualitas pribadinya dan keunggulan karakternya sehingga dengan tegas menolak dan melawan godaan itu. Apa yang terjadi berikutnya, difitnah dan akhirnya masuk penjara. Perjuangan yang berat di mulai dibalik terali besi, yang menarik Yusuf tetap memilki pemahaman dan cara pandang yang benar bahwa Allah akan tetap menyertainya. Denganj hikmat Allah Yusuf mampu menafsirkan mimpi Firaun dan akhirnya di angkat menjadi Perdana menteri di Mesir.Bila dicermati dengan baik sebenarnya Yususf memilki baragam alasan untuk berpikir negative dan melakukan tindakan yang reaktif, paling tidak ada empat alasan yaitu
a. Dikandung, dilahirkan, dan dibesarkan dalam suatu suasana yang penuh dengan persaingan, pertengkaran, dan konflik. ( Kejadian 30 : 24 – 25, Kejadian 37 : 3-4, #9 : 7 – 10 )
b. Di beri tekanan dan beban mantal oleh orangtuanya, sebagai “ penghapus aib “ bagi Rahel ( Kejadian 30 : 23 ), dan anak “ masa Tua “ bagi Yakub ( Kejadian 37 : 3 )
c. Mengalami peperangan moralitas. Ketika melakukan yang benar , bukannya yang baik yan datang tetapi malapetaka datang menimpanya mulai dari kakak-kakaknya sampai isteri Potifar ( Kejadian 39 : 20 )
d. Menanggung penolakan tanpa penjelasan ( Kejadian 37 : 4 )
Apa yang membuat Yusuf mampu mengusasi diri dalam menghadapi realitas kehidupan yang pahit . Bila iidentifikasi ada 6 hal yang menjadi kunci keberhasilannya,
1. Melibatkan Tuhan dalam seluruh kehidupannya ( Kejadian 50 ; 20 )
2. Memiliki sikap hati yang benar (Kejadian 39 : 6 )
3. Rela untuk melepaskan apa yang semestinya dipertahankan ( Kejadian 37 : 3,31, Kejadian 39 ; 12, Kejadian 41 : 42 )
4. Tidak mengambil hak dan posisi Tuhan dalam hubungannya dengan sesame ( Kejadian 50 ; 19 )
5. Tidak menyimpan dendam ( Kejadian 50 ; 15 – 18 )
6. Tetap melakukan apa yang benar dan selalu disertai Tuhan ( Kejadian 39 ; 3 )

D. REALITAS KEHIDUPAN

Kapan orang pintar itu bodoh, demikian pertanyaan Albert Einstein kepada murid – muruidnya . Jawaban nya adalah ketika orang tidal lagi memiliki kemampuan menguasai diri. Mengapa demikia ? karena orang yang tidak mampu menguasai diri akan melakukan hal-hal yang di luar kendali pikiran yang jernih , maka yang dilakukan adalah perilaku yang cenderung merusak . Kejahatan terhadap peradaban manusia, apapun bentuknya merupakan fakta yang tak terbantahkan bahwa ketika manusia sudah tidak mampu lagi menguasai diri yang terjadi adalah bencana bagi kehidupan baik dalam keluarga, masyarakat,bangsa dan negara bahkan hidup bergereja.Penjara penuh narapidana , rumah sakit penuh pasien, lingkungan rusak, perang terjadi di berbagai belahan dunia, ini merupakan akibat dari rendahnya penguasaan diri.Sebagai murid Tuhan Yesus, Apa yang harus kita lakukan ? Melakukan perubahan yang menyeluruh dalamkehidupan. Dr, Walter Doyles Staples member i penjelasan bahwa kehidupan akan menjadi lebih baik bila mengalami proses perubahan yang dimulai dari
1. Pemikiran ( apa yang saya pikirkan itulah yang menjadi kenyataan )
2. Keyakinan ( bila saya mau, saya pasti bisa )
3. Harapan ( apa yang saya mau itulah yang saya lakukan )
4. Sikap ( apa tanggapan saya ketika menghadapi kenyataan )
5. Tingkah laku ( apa yang saya lakukan dengan kenyataan yang terjadi )
6. Unjuk kerja ( apa yang seharusnya saya lakukan )
Proses perubahan ini tidak bisa tejadi secara instan , membutuhkan waktu, keinginan, kemauan dan komitmen dari dalam diri sendiri,tidak semua orang mau berproses dalam perubahan yang demikian maka resikonya tidak mampu menguasai diri. Bila ditelaah dengan kritis maka penguasaan diri sangat terkait dengan kemampuan mengendalikan pikiran dan mendisiplinkan perasaan untuk tetap melakukan yang benar, apaun resikonya. Penguasaan diri merupakan bagian dari buah-buah roh kudus ( Galati 5 : 22-23 ). Ini berarti setiap orang Kristen yang yang di pimpin oleh roh kudus pasti memilki kemampuan untuk menguasai diri dalam segala hal sehingga kehidupan berlangsung semakin baik, semakin benar dan semakin menyenangkan hati Tuhan serta sesama, maka kedamaian akan bisa diwujudkan . Natal tahun 2011 merupakan momentum untuk melakukan refelksi dan kontemplasi apa yang telah dilakukan dan apa yang harus dilakukan dalam kontek hidup sebagai murid Kristus,yang memilki tanggungjawab untuk membawa damai dalam kehidupan bersama, kata kuncinya adalah perubahan cara pandang yang sama dengan cara pandang Allah, maka kehidupan akan semakin berkenan kepada-Nya.
Bacaan Terpilih :
1. Pemenang Kehidupan, Guana Tanjung,Donny Tatimu, ANDI Ofet, Jogja, 2009
2. Sikap yang menentukan Keberhasilan, Wayne Cordeiro, Immanuel Pubising House, Jakarta , 2003
3. Berpikir Sebagai pemenang, DR.Walter Doyle Staples,Pustaka Tangga, Jakarta 1994
4. Mengejar Kegemilangan, Ted W Engstrom,Cipta Olah Pustaka, Bandung, 2001